Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi pencapaian kecemerlangan hidup yang di idamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa kesenangan adalah cara gembira menuju kegagalan
Mario Teguh

Selasa, 20 Desember 2011

Keluarga = Harta Karun

 
By. Revita Wiena F

 Ayo nak..! Makan dulu , mumpung masih hangat!” panggil mama lembut dari lantai bawah.  Namun tak kuindahkan panggilan itu. Aku masih asyik mengerjakan beberapa tugas sekolah menggunakan laptopku. “Nadine sayang! Ayo kemari , kita makan bersama..” panggilnya lagi. “Oke ma…” jawabku nyaring , “sebentar lagi.” sambungku.

Mataku kembali tertuju pada layar laptop yang menampilkan halaman Microsoft Word yang cukup penuh dengan beberapa kalimat-kalimat untuk memenuhi tugas sekolahku. Jari tanganku menari lincah di atas keyboard , sesekali aku bersenandung mengikuti lagu yang kuputar melalui media player di laptop. Lagu atau musik memang bisa membuat mood-ku bagus , dan itu sangat membantuku untuk mengerjakan tugas-tugas yang cukup….yah bisa dibilang sulit. “Nadine! Ayo cepat makan!!!”  lagi-lagi mama memanggilku. Kali ini intonasi bicaranya meninggi. Aku mendengus kesal lalu berjalan malas menuruni tangga menuju ruang makan. Disana sudah ada mama dan kedua adikku yang kulihat hampir menyelesaikan makannya.

“Mama sudah buatkan chicken teriyaki kesukaanmu nak, ayo makanlah..” ujarnya lembut sambil menyuruh adikku untuk menggeser kursi memudahkanku duduk. Aku hanya menjawabnya dengan gumaman pelan. Kemudian aku menyendok nasi pada piring merah muda yang tersedia, kuambil beberapa lauk yang ada, mama membantuku menyendok chicken teriyaki dalam porsi besar.

“Enak sayang ?” tanyanya ketika aku memasukkan satu sendok nasi dan chicken teriyaki ke mulutku.

“hm..” lagi. Aku menjawab dengan gumaman disertai anggukan kecil dan wajah datar, benar-benar tak bergairah.

“Kak , tadi gambar buatanku dipuji ibu guru..” kata Naira, adik perempuanku dengan wajah sumringahnya. Aku jawab dengan anggukan kecil. Seakan tak puas dengan responku , adikku yang duduk di kelas 4 Sekolah Dasar itu kembali berceloteh, “Terus ya , aku dipilih guruku untuk menjadi pengibar bendera untuk upacara Senin depan..”

Aku tak merespon celotehannya , masih tetap menikmati makan malamku. Aku tak mau waktuku terbuang sia-sia hanya untuk membalas kalimat-kalimat tak berguna yang dilontarkan oleh Naira. Tapi ia tak menyerah untuk meraih perhatianku , bahkan sekarang ia mulai menarik-narik tanganku atau memilin-milin ujung bajuku. Aku tetap tak peduli.

“Kak , kau makan banyak tapi kenapa tubuhmu seperti tidak tumbuh? Pergi ke mana makanan yang kau makan?” celetuk Nino , adik laki-lakiku yang duduk di kelas IX SMP. Sudah kubilang , aku tak mau waktuku terbuang karena hal yang tak berguna seperti ini. “Seharusnya aku yang menjadi anak sulung. Sudah jelas aku lebih tinggi dari kakak. Bukankah begitu ma?” tanyanya dengan intonasi bicara yang sinis dan wajahnya yang sangat menyebalkan. Aku tahu ia tak serius mengatakannya , ia hanya ingin memancingku saja. Aku menatap tajam padanya yang langsung dibalas dengan juluran lidahnya. Baru saja Nino akan membuka mulut siap mengataiku lagi, mama menengahi, “Naira dan Nino sayang , apakah kalian tidak akan belajar?” Satu kalimat itu ampuh membuat mereka beranjak dari meja makan lalu pergi menuju kamarnya masing-masing.

Selama aku makan, mama tak beranjak dari tempat duduknya untuk menemaniku. Kedua adikku sudah meninggalkan ruang makan lebih dulu. Mama memang biasa menemaniku makan malam, bahkan ia akan terus ‘berkicau’ jika aku belum duduk manis dan menyuapkan suap demi suap makanan.

“Bagaimana sekolahmu hari ini?”

Aku hanya menjawab singkat , “Tak ada yang spesial” seperti biasa, dengan wajah datar tanpa bergairah. Kalian mungkin bertanya-tanya mengapa aku bersikap seperti itu pada mamaku sendiri.  Menurutku , perlakuan atau perhatian yang mama berikan padaku terlalu berlebihan. Terserah kalian mau menganggapku aneh atau apa, yang kurasakan aku kurang suka itu. Bagaimana tidak? aku merasa aku sudah cukup dewasa untuk melakukan hal-hal kecil seperti makan tepat waktu, mengerjakan tugas-tugas sekolah, membagi waktu, mamaku kelihatannya seperti ingin membantu atau memberikan perhatian-perhatian  yang berlebihan. Aku sudah 16 tahun, bukankah sedikit lagi aku akan beranjak dewasa?

*********************

“Nanti bantu aku mengerjakan artikel untuk mading ya? Kau mau kan Nadine?” tanya Kimmy esoknya di sekolah.

“Oke…dimana kita akan mengerjakan itu?” tanyaku balik.

“Hmm..di rumahmu?”

“Kau mau Naira mengacaukan semuanya hah?” sewotku. Adik perempuanku memang suka mencari-cari perhatian dengan gaya centilnya atau dengan tangisnya yang memekakkan telinga. Apalagi jika ada temanku berkunjung ke rumah , sikapnya itu benar-benar layak disebut over acting. Bisa-bisa tugasku dan Kimmy tak akan selesai karena manusia kecil cerewet dan bawel itu.                                                                                   

“Ah , benar juga…jadi bagaimana?” alisnya berkerut , berpikir. Kimmy ini bisa disebut sahabatku , ketika di sekolah kami selalu berdua kemanapun pergi. Pribadinya yang ceria dan cerewet bersuara sedikit cempreng ini benar-benar cocok denganku yang tak banyak bicara. Namanya sedikit aneh untuk ukuran seorang perempuan , menurutku. Bukankah namanya terdengar seperti nama pembalap F1 ?

“Bagaimana jika di rumahmu?” usulku. Sudah lama aku tidak berkunjung ke rumahnya. Sepertinya usulku tidak diterimanya. Terlihat dari ekspresi wajahnya yang ditekuk. “Kenapa? Aku kan sudah lama tidak bermain ke rumahmu..” belaku.  “Sekalian saja aku menginap , mumpung besok hari libur. Jadi kita bisa begadang mengerjakan tugas dengan santai kan?” ujarku diakhiri dengan senyum yang lebar. Dia masih memanyunkan bibirnya. “Ya sudah , aku tak mau membantumu..” ucapku pura-pura marah sambil beranjak pergi. Kimmy menahanku.  Sudah tak terhitung aku bermain ke rumahnya , tetapi untuk menginap..aku belum pernah.

“Oke oke , kita kerjakan di rumahku..!” ucapnya. Tapi nada bicaranya seperti tak rela. Aku tahu alasan ia tak mau aku berkunjung ke rumahnya. Ia tak mau menyuguhkan makanan pada tamunya, mungkin. Aku tersenyum puas dengan jawabannya , aku segera meraih hand phone pink-ku lalu mengirim pesan singkat pada mama. Meskipun aku berpikir ia terlalu berlebihan , tapi sebagai anak aku harus memberi tahunya kemana aku pergi kan? Termasuk sekarang ini , bersiap menginap di rumah Kimmy. Sebelum itu kami mampir dulu ke super market untuk membeli beberapa kebutuhan mading dan beberapa cemilan wajib untukku , cokelat batang dan green tea.

Sesampainya di rumah Kimmy , seperti biasa. Rumahnya benar-benar sepi seperti tak berpenghuni. Wajar saja , kedua orang tuanya sibuk bekerja dari subuh sampai malam dan ia anak tunggal. Aku mengerti mengapa Kimmy disekolahkan di sekolah yang berprogram ‘full day school’ yang berarti kegiatannya berawal dari pagi sampai sore hari. Orang tuanya tak ingin merasa cemas atau khawatir jika ia sendirian di rumah , maka jalan terbaik adalah menyekolahkannya di sekolah ‘full day’ .

“Aku pinjam kamar mandi ya , boleh aku mandi duluan?” tanyaku pada Kimmy yang sedang merapikan bahan-bahan untuk membuat artikel mading. Ia hanya mengangguk tanpa melihat wajahku.

***************

“ Hei , bukankah aku yang akan mengerjakan pojok wawancara?” tanya Kimmy ketika ia melihat aku mengambil kertas berwarna hijau yang akan ditulis dengan isi pojok wawancara.  Ini jam 8 malam , kami masih mengerjakan tugas mading tersebut.

“Kau saja belum selesai mengerjakan salam redaksi kan ?” jawabku.

“Iya aku tahu , bukannya kita sudah sepakat tadi aku yang akan mengerjakan pojok wawancara?”

“hei , untuk mengefektifkan waktu yang ada biar aku saja yang mngerjakan. Lagipula bagianku sudah selesai..”  aku menjawab santai, tanganku beranjak mengambil spidol berwarna ungu tapi Kimmy merebutnya dan menatapku garang. “Kimmy sayang..aku sudah berbaik hati mau mengerjakan tugas bagianmu. Sudahlah , kerjakan tugasmu yang belum selesai.” Ucapku gemas. “Tidak ! Pokoknya aku yang mengerjakan po..”

KRUYUUUUUKKK…

Belum selesai Kimmy menyelesaikan kalimatnya , suara aneh itu terdengar. Dan sedetik kemudian aku tahu dari mana suara aneh itu berasal. Kimmy memegangi perutnya dan ia tersenyum lebar sambil menatapku malu.

“Sudahlah , ayo kita makan dulu saja..” ajak Kimmy yang langsung pergi ke dapur dan aku mengekor padanya. Kulirik meja makan , disana tak ada makanan sama sekali. Hah?! Jangan bilang tak ada persediaan untuk makan malam?  “Nad , tolong ambil sosis di freezer . Aku akan memanaskan minyak dulu..”  .  Aku menghembuskan nafas lega mendengarnya. Meskipun  hanya makanan instant , setidaknya lebih baik daripada tidak sama sekali.

Kami makan dalam diam , menikmati makanan masing-masing. Selama aku makan , aku merasa ada yang kurang tapi akupun tak tahu apa. “Nadine , kenapa alismu berkerut seperti itu? Apa sosisnya terlalu asin? Huuhh..maafkan aku. Aku memang tak sebaik ibumu jika memasak..” Kimmy menggembungkan pipinya.

“Bukan begitu , sosisnya enak kok meskipun bentuknya agak aneh. Aku hanya sedang memikirkan….sesuatu.” jawabku. “Memikirkan apa?” tanyanya.

“Anehnya aku pun tak tahu apa yang sedang kupikirkan.” Aku menggaruk kepalaku yang sedikit pusing karena tak juga menemukan apa yang mengganjal di hatiku. “Hah? Jangan-jangan tugas mading membuatmu hampir amnesia seperti ini?” katanya ceplas-ceplos.

“Kamu biasa makan sendiri seperti ini?” tanyaku berusaha mengaihkan topik. Aku malas berdebat dengannya. “Tentu saja..sejak aku duduk di Sekolah Dasar aku selalu makan sendirian seperti sekarang ini.” Raut wajahnya sedikit muram. Aku hanya diam mendengarkan.

“Sebenarnya tidak enak sekali makan sendirian setiap saat, terkecuali saat makan siang di sekolah. Mungkin selama aku hidup sampai detik ini, makan bersama ayah dan ibu dapat dihitung dengan jari.” Ia menghela nafas berat. Matanya mulai berkaca-kaca. Dadaku mulai bergemuruh mendengarnya. Perlahan aku mulai mengetahui apa yang sedari tadi mengganjal di pikiranku.

“Mungkin anak lain akan meminta liburan mewah atau barang-barang yang sedang trend pada orangtua mereka. Tapi aku berbeda , aku hanya ingin makan bersama mereka. Hanya itu , tidak lebih. Aku tak akan minta sepeda Pixie atau Galaxy Tablet yang sedang ‘on’ sekarang..” Matanya menatap ke foto kedua orangtuanya bersama dirinya saat ia masih duduk di Taman Kanak-Kanak yang terletak di dekat meja TV.

 “Tapi..mau bagaimana lagi? Mereka terlalu sibuk untuk mengurusi anak semata wayangnya yang merepotkan ini. Bahkan untuk menanyakan aku sudah makan atau apa kabar pun jarang mereka lakukan. Aku tahu , mereka bekerja untukku juga. Aku tak boleh menangis hanya karena hal kecil seperti ini.” Kimmy menyeka air matanya. Perlahan ia tersenyum.

“Seharusnya aku berterima kasih pada mereka karena sudah berusaha untukku, mereka masih memperhatikanku walau hanya memberi persediaan uang ataupun makan malam. Aku merasa ini adalah simulasi untuk menjadi mandiri nantinya. Lagipula….”  Kimmy memandangku yang sedari tadi diam. 

“Aku masih punya kau…” ia tersenyum damai memandangku. Mau tak mau , bibirku pun menyunggingkan senyum manis. “Aku masih punya kau yang galak dan menyebalkan.” Kimmy melanjutkan makan dengan santai. Tapi kata-katanya itu otomatis membuat senyumku lenyap seketika. Ingin aku mencubitnya.

Akhirnya aku mengetahui sepenuhnya apa yang kurasa kurang. Ruang makan Kimmy terlalu sepi , sehingga aku merasa tak terbiasa dan asing. Aku biasa makan malam ditemani Mama yang akan menanyakan kabarku setiap harinya , Nino dan Naira yang hobinya mencari perhatianku. Tanpa kusadari aku sudah terbiasa dengan itu semua. Aku tak menyesal mendengar curahan hati Kimmy tadi. Mendengar itu , aku jadi merenungi diriku selama ini. Apa yang kulakukan jika aku dan keluargaku sedang makan bersama? Tanpa senyum , tidak bergairah , merasa risih jika mama dan kedua adikku bertanya macam-macam padaku, tak jarang aku membentak kedua adikku.Kadang aku berpikir , mengapa makan saja harus bersama-sama? Padahal rasa makanan atau minumannya akan tetap sama , pada akhirnya pun kita akan merasa kenyang dengan atau tanpa makan bersama-sama. Ternyata aku salah besar. Rutinitas yang biasa kulakukan setiap malam bersama orang-orang berhargaku itu menjadi impian bagi Kimmy. Bayangan ketika aku dan keluarga kecilku saat makan malam berkelebat di otakku. Ya Allah , apa yang sudah aku lakukan? Aku benar-benar menjadi anak yang tidak tahu diri untuk mamaku , aku tidak menjadi contoh yang baik untuk adik-adikku.

Mataku mulai memanas mengingat semuanya. Aku berjanji , setelah aku pulang dari rumah Kimmy, aku akan menemui mereka dengan senyuman , menjawab semua pertanyaan mereka , memeluk mereka erat-erat. Ah, terlalu banyak yang ingin kulakukan. Aku berlari meninggalkan Kimmy yang masih makan. Tak kuhiraukan ia yang memanggil namaku.  Kuambil si mungil pink lalu mencari contact yang berawal dari huruf ‘M’ . Rasa rinduku membuncah ketika telepon diangkat dan mendengar suara lembutnya.

“Assalamualaikum, Nadine sayang..ada..”

“Waalaikumsalam..Mama , aku ingin makan chicken teriyaki lagi besok malam. Nino dan Naira juga harus dapat bagian ya..!”

                                                            ------TAMAT------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar